Ratusan Miliar Raib di Kasus SPPD Fiktif — Saat Pejabat Jalan di Atas Kertas, Uang Negara Jalan ke Kantong Pribadi
Transparansi tanpa tawar

Spirit Revolusi – Aroma busuk korupsi kembali menyeruak dari balik meja birokrasi daerah. Di balik tumpukan laporan perjalanan dinas yang tampak sah di atas kertas, kini terkuak: ribuan perjalanan itu ternyata tak pernah terjadi.
Kasus SPPD fiktif di Sekretariat DPRD Riau mencatat kerugian negara yang mencengangkan — mencapai hampir Rp 195,9 miliar.
Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan lebih dari 38 ribu tiket pesawat fiktif dan 4 ribu lebih hotel hantu yang dibayar dari uang rakyat.Namun hingga kini, publik masih menunggu siapa saja yang akan benar-benar diseret ke meja hijau.
Nama-nama besar mulai disebut, dari pejabat sekretariat hingga pihak swasta yang ikut menikmati manisnya dana perjalanan semu.
Ironisnya, beberapa nama bahkan masih nyaman duduk di kursi jabatan.
Tidak hanya Riau. Di Bengkulu, Aceh, hingga Maluku, pola yang sama terulang: laporan perjalanan dibuat rapi, kuitansi dimanipulasi, tiket dan hotel palsu, lalu uang mengalir ke kantong oknum pejabat.
Di Bengkulu, Kejaksaan sudah menahan lima tersangka. Di Simeulue, Aceh, vonis telah dijatuhkan. Tapi di banyak tempat lain, penegakan hukum masih berjalan lambat, bahkan nyaris diam.
Pertanyaannya:sampai kapan SPPD menjadi ladang basah bagi birokrat rakus yang “berwisata” tanpa beranjak dari kursinya?
Uang rakyat yang semestinya digunakan untuk pelayanan publik, kini justru tersedot oleh perjalanan hantu.
Dan ketika rakyat menjerit karena harga naik dan anggaran seret, di sisi lain, ada pejabat yang menandatangani laporan fiktif dengan senyum di wajah — seolah semua berjalan normal.
Spirit Revolusi menegaskan, kasus SPPD fiktif bukan sekadar penyimpangan administrasi.Ini adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.Korupsi model baru yang bersembunyi di balik tanda tangan dan stempel resmi negara.
Transparansi tanpa tawar!Karena ketika uang rakyat dijadikan tiket palsu, maka keadilan tak boleh lagi jadi janji kosong.
Redaksi



