Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Digugat ke PTUN, Publik Pertanyakan Keadilan Hukum
Trasparansi tampa tawar

Jakarta — Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menggelar sidang gugatan terkait pembebasan bersyarat mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, pada Rabu (30/10). Gugatan ini diajukan oleh sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia bersama Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).
Dalam gugatannya, para pemohon meminta majelis hakim PTUN membatalkan keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, yang memberikan pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus korupsi proyek e-KTP tersebut.
Para penggugat menilai keputusan tersebut tidak layak dan cacat hukum karena Setya Novanto masih memiliki kaitan dengan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang belum tuntas. Mereka berargumen, seseorang yang masih berstatus terpidana dalam perkara lain tidak dapat menerima hak pembebasan bersyarat.
Sidang perdana yang digelar di PTUN Jakarta ini menjadi sorotan publik, mengingat kasus e-KTP merupakan salah satu mega korupsi terbesar yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Sementara itu, pihak Kemenkumham menegaskan bahwa proses pemberian pembebasan bersyarat telah sesuai prosedur dan memenuhi syarat administratif.
Kasus ini kembali membuka perdebatan mengenai konsistensi penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam memberikan hak istimewa kepada narapidana kasus korupsi kelas kakap.
Spirit Revolusi menilai, langkah masyarakat menggugat keputusan pembebasan bersyarat ini adalah bentuk perlawanan moral terhadap praktik hukum yang tidak berpihak pada keadilan publik.. Red




