“Smartboard untuk Siswa, Smart Trick untuk Koruptor” Kejati Sumut Gledah Tiga PT Di Jakarta

SPIRIT REVOLUSI- JAKARTA _ Di atas kertas, proyek pengadaan smartboard di Sumatera Utara tampak seperti langkah maju dunia pendidikan: papan tulis interaktif yang akan mengubah cara guru mengajar dan murid belajar.
Namun di balik jargon digitalisasi sekolah, aroma lama kembali menyeruak — aroma uang publik yang kembali digoreng dalam minyak korupsi.
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara baru-baru ini menggeledah tiga perusahaan di Jakarta: PT Bismacindo Perkasa, PT Gunung Emas Eka Putra, dan PT Galva Teknologi Tbk.
Ketiganya diduga terlibat dalam pengadaan smartboard untuk SMP Negeri di Tebing Tinggi dan Langkat, proyek yang semestinya membawa kecerdasan digital ke ruang kelas, bukan kecerdikan manipulatif ke ruang rapat.
Dari luar, perangkat itu disebut “papan pintar”. Tapi di tangan mereka yang serakah, teknologi secanggih apa pun bisa berubah menjadi alat bodoh — alat untuk menutupi niat culas.
Laporan penggeledahan menunjukkan adanya indikasi markup, pengadaan fiktif, dan permainan penyedia jasa. Skema lama dengan kemasan baru: proyek pendidikan sebagai ladang empuk, dan teknologi hanya kedok yang mengilap.
Ironinya, korupsi di sektor pendidikan selalu datang dengan wajah mulia.Setiap proyek dibungkus kata-kata luhur: inovasi pembelajaran, transformasi digital, akses merata bagi siswa. Namun di balik spanduk dan presentasi PowerPoint, yang bergerak bukan semangat belajar, melainkan naluri memperkaya diri.
“Smartboard” seharusnya mengajarkan keterampilan abad ke-21 — berpikir kritis, berinovasi, berintegritas. Tapi bagaimana siswa bisa belajar nilai-nilai itu, jika yang mereka lihat adalah orang dewasa yang pandai menipu sistem?
Kasus ini hanyalah potongan kecil dari pola besar:Dari proyek buku digital, komputer sekolah, hingga laboratorium sains, semua pernah dijamah oleh tangan-tangan yang sama — tangan yang tahu cara menulis laporan pertanggungjawaban, tapi tak tahu malu.
Yang membuat ironi ini lebih pahit, korupsi pendidikan tidak hanya mencuri uang, tapi juga mencuri masa depan.
Anak-anak belajar bahwa kejujuran kalah oleh kelicikan, bahwa pintar tidak sepenting “pintar-pintaran.” Itulah pendidikan sesungguhnya yang sedang mereka terima — pelajaran berharga dari sekolah yang paling gelap: sekolah korupsi.
Kini, Kejati Sumut masih bekerja. Publik menunggu, apakah penyidikan ini benar-benar smart seperti nama proyeknya, atau akan berakhir seperti banyak kasus lain — hilang di papan putih birokrasi yang bisa dihapus kapan saja.*Red




