NEWS

Diduga D.S dan A.S Memberikan Keterangan Palsu di Meja Pengadilan

Transparansi Tanpa Tawar

Dairi, SpiritRevolusi.id — Kasus sengketa tanah di Desa Lae Hole, Dusun Lae Bunga, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, kembali memanas. Persoalan ini mencuat setelah tim media gabungan yang terdiri dari Spirit Revolusi Perwakilan Sumut (Insan Banurea), Biro Mitra Bayangkara (Baslan Naibaho), dan Lamhot Habeahan melakukan investigasi mendalam terkait dugaan adanya keterangan palsu yang diberikan oleh D.S dan A.S dalam persidangan.

Selain dugaan pelanggaran prosedur konstatering yang sebelumnya sudah ramai dibahas — termasuk tidak dihadirkannya saksi batas tanah dan pihak-pihak terkait — kini muncul indikasi baru bahwa pihak penggugat, yakni D.S dan A.S, memberikan keterangan yang bertentangan dengan fakta sejarah serta dokumen pernyataan resmi yang mereka tandatangani sendiri.

Pernyataan Armada Sagala: Kasus Ini Sudah Berulang Sejak 2004

Dalam wawancara resmi di kediamannya, Armada Sagala, salah satu tergugat, menjelaskan bahwa persoalan serupa sudah pernah terjadi pada tahun 2004. Saat itu, kata Armada, para penggugat melakukan aksi demo dan pengusiran terhadap keluarganya saat bekerja di lahan yang menurutnya sah milik keluarga besar mereka.

“Lahan itu diserahkan kepada keluarga kami oleh orang tua dari D.S dan A.S, melalui Rusman Limbong, mamberru kami,” ungkapnya.

Akibat aksi pengusiran tersebut, kasus tahun 2004 itu berujung pada pembuatan surat pernyataan resmi oleh pihak penggugat setelah proses hukum di Polres Dairi. Dalam surat pernyataan itu, tertuang tiga poin penting:

1. Tidak akan mengulangi pengancaman dan tidak akan mengganggu pekerjaan di lahan tersebut, yang dilaksanakan oleh Rusman Limbong berdasarkan penyerahan tanah tertanggal 12 November 1987.

2. Bertanggung jawab terhadap keselamatan Tampak Sagala dkk. saat pembukaan lahan seluas 20 hektare di Kuta Logging, Desa Lae Hole.

3. Bersedia diproses secara hukum apabila melanggar dua poin di atas.

Namun, menurut Armada Sagala, pada tahun 2024 para penggugat kembali melakukan aksi serupa di lokasi lahan milik Rusman Limbong tersebut. Peristiwa itu sempat ditangani oleh Polres Dairi sesuai isi surat pernyataan terdahulu.

“Dan kini, dua tahun belakangan, mereka kembali mengajukan gugatan terhadap kami yang jelas-jelas pemilik sah tanah tersebut,” tegasnya.

Putusan Berubah dan Dugaan Keterangan Palsu

Armada mengungkapkan bahwa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Sidikalang, pihaknya memenangkan gugatan. Namun D.S dan A.S melakukan banding ke Pengadilan Tinggi, dan putusan berbalik merugikan pihak tergugat. Upaya kasasi telah diajukan ke Mahkamah Agung, bahkan sebelum surat aanmaning dari PN Sidikalang diterima.

Dari rekam kronologi dan keberadaan surat pernyataan tahun 2004 tersebut, muncul dugaan bahwa keterangan yang disampaikan oleh D.S dan A.S dalam persidangan tidak sesuai fakta dan bertentangan dengan komitmen tertulis yang dibuat oleh orang tua mereka sendiri.

Hal ini dinilai berpotensi melanggar:

Pasal 242 KUHP: Memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, ancaman pidana 1 tahun penjara.

Pasal 243 KUHP: Menggunakan keterangan palsu yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain, ancaman pidana 3 tahun penjara.

Dugaan Intervensi dan Putusan Ganda

Lebih jauh, dugaan publik menguat bahwa proses hukum sengketa tanah di Dusun Lae Bunga ditopang oleh oknum tertentu, bahkan disinyalir berada di lingkaran kekuasaan peradilan.

Hal ini diperparah dengan munculnya dua putusan yang berbeda dalam rentang dua bulan, sehingga menimbulkan tanda tanya besar terkait transparansi proses hukum di tingkat Pengadilan Tinggi Medan hingga Mahkamah Agung.

Spirit Revolusi Mendesak MA Bertindak

Spirit Revolusi meminta Mahkamah Agung RI membuka keabsahan dokumen-dokumen yang berbeda antara kedua belah pihak. Hal ini dinilai sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan memastikan tidak ada permainan oknum dalam sengketa tanah tersebut.

Laporan: Perwakilan Sumut — Spirit Revolusi

 

Related Articles

Back to top button