Dana Para Pejuang Difabel yang Dicuri di Lorong Kekuasaan — Bekasi, Luka Bernama Rp7,1 Miliar”

Spirit Revolusi | Edisi Khusus – Desember 2025 Bekasi kembali menjadi panggung ironi. Di balik jargon “transparansi dan pelayanan publik”, ada kisah getir tentang uang rakyat yang disulap menjadi kepentingan pribadi. Dana hibah untuk para atlet difabel — mereka yang seharusnya kita beri tepuk tangan — justru dikuras oleh tangan-tangan yang lebih lincah menghitung keuntungan daripada menghitung amanah.
Audit Inspektorat Kabupaten Bekasi menyingkap luka itu: Rp7,1 miliar uang hibah NPCI tahun 2024 raib tanpa bekas. Angka yang tak hanya mencoreng laporan, tapi juga nurani. Dari jumlah itu, Rp3,9 miliar diduga mengalir untuk kebutuhan pribadi KD (Ketua NPCI nonaktif) dan NY, sang bendahara yang lihai menulis laporan fiktif.
Laptop, komputer, hingga perjalanan dinas; semua tercatat rapi — di atas kertas. Namun di lapangan, kosong melompong. Atlet yang seharusnya menerima honor malah menunggu janji yang tak pernah datang. Ironi: peluh di lapangan tak mampu menandingi kelicikan di ruang rapat.
Lebih pedih lagi, jejak dana itu menelusuri koridor DPRD Kabupaten Bekasi. Ada dugaan aliran hibah menuju oknum dewan — para “wakil rakyat” yang tampaknya lebih sibuk mewakili kantong pribadi.
Inspektorat menyebut, dana hibah diperlakukan seperti dompet tanpa kunci: bisa diambil kapan saja, tanpa dasar, tanpa aturan, tanpa malu.
“Dana hibah diperlakukan seperti uang yang bisa dipakai kapan saja tanpa aturan,” ujar Ogi Prayogi, Auditor Ahli Madya Inspektorat Bekasi.
Dan di titik ini, kita sadar — korupsi bukan lagi sekadar pelanggaran hukum; ia telah menjelma jadi budaya yang dipelihara dengan nyaman.
Polres Metro Bekasi kini menetapkan dua tersangka: KD dan NY.
Mereka yang dulu berjanji membawa harum nama Bekasi di kancah olahraga difabel, kini membawa aib di meja penyidik. Dari laporan kepolisian, disebut pula ada pembelian mobil dan aktivitas politik yang dibiayai dari dana hibah.
Rp7,1 miliar — bukan hanya angka. Ia adalah wajah-wajah atlet yang kecewa, yang kehilangan kepercayaan pada negeri yang katanya peduli pada keadilan sosial.
Bekasi, kota yang sibuk membangun gedung tinggi, ternyata masih membiarkan fondasinya retak oleh kerakusan.
Sementara rakyat kecil terus berjuang mencari kejujuran, sebagian elit sibuk mengubur nurani dalam tumpukan kuitansi palsu.
Hari ini kita tak butuh sekadar laporan audit, kita butuh cermin moral.
Sebab korupsi bukan hanya soal uang yang hilang — tapi soal martabat bangsa yang dijual murah.Bekasi, bangunlah. Jangan biarkan para maling berseragam kehormatan terus menari di atas penderitaan rakyat.
Karena revolusi hari ini bukan lagi soal menggulingkan kekuasaan,tapi menggugat kesadaran — bahwa amanah adalah suci,dan mengkhianatinya adalah bentuk paling halus dari pengkhianatan terhadap kemanusiaan itu sendiri.
Redaksi




