Pelaporan BOP dan Paket Data di Era Digital Antara Harapan Transparansi dan Tantangan Integritas

Opini Redaksi – Spirit Revolusi
Perlahan tapi pasti, tata kelola pemerintahan bergerak mengikuti irama zaman. Dunia yang dulu dipenuhi map, berkas, dan paraf kini beralih ke layar, akun, dan jejak digital. Di sektor penyuluhan pertanian, perubahan itu hadir melalui e-Pusluh—sebuah ikhtiar negara untuk menata pelaporan BOP dan paket data agar lebih tertib, transparan, dan terhubung.
Di atas konsepnya, e-Pusluh adalah kabar baik. Ia memberi harapan bahwa setiap rupiah anggaran benar-benar bisa ditelusuri, setiap kegiatan bisa dipantau, dan setiap laporan memiliki dasar yang jelas. Negara seolah ingin memastikan bahwa antara rencana, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban tidak lagi berjalan sendiri-sendiri.
Namun di lapangan, seperti perubahan besar lainnya, adaptasi tentu tidak selalu mulus. Tidak semua persoalan selesai hanya dengan menghadirkan aplikasi. Sebab teknologi, sebaik apa pun, tetap bergantung pada satu faktor paling menentukan: kejujuran penggunanya.
BOP dan paket data adalah amanah. Ia dirancang untuk memperkuat penyuluh dalam mendampingi petani, bukan sekadar memenuhi kolom serapan anggaran. Karena itu, wajar bila sistem pelaporan kini diperketat. Foto kegiatan, waktu, lokasi, hingga frekuensi input menjadi bagian dari mekanisme pengendalian. Tujuannya jelas: agar kerja lapangan benar-benar sejalan dengan laporan administrasi.
Namun di titik inilah kita juga perlu jujur bercermin. Jangan sampai e-Pusluh hanya diposisikan sebagai alat menggugurkan kewajiban laporan, bukan sebagai cermin kinerja yang sesungguhnya. Ketika laporan lebih dikejar daripada kegiatan, ketika input lebih penting dari dampak di lapangan, maka yang berisiko bukan hanya kualitas penyuluhan—tetapi juga ketertiban pengelolaan keuangan negara.
Tekanan target, tuntutan serapan, dan keharusan “rapi di sistem” kerap membuat sebagian pihak tergelincir pada cara-cara praktis. Semua diisi, semua lengkap, semua tampak aman. Padahal, esensi pengawasan bukan terletak pada kerapian tampilan, tetapi pada kesesuaian antara yang dilaporkan dan yang benar-benar dikerjakan.
e-Pusluh sejatinya bukan sekadar alat administrasi. Ia adalah peta besar aktivitas penyuluhan nasional, sekaligus rekam jejak kebijakan anggaran di tingkat paling dasar. Data yang masuk hari ini akan menjadi rujukan kebijakan esok hari. Jika datanya akurat, kebijakan akan tepat. Jika datanya bias, publik yang akan menanggung akibatnya.
Dalam konteks itulah, Spirit Revolusi memandang digitalisasi ini sebagai peluang, bukan ancaman. Peluang untuk memperbaiki pola kerja, memperkuat akuntabilitas, dan memulihkan kepercayaan terhadap pengelolaan dana publik. Tentu dengan satu syarat: sistem dijalankan dengan niat yang lurus, bukan sekadar untuk memenuhi kewajiban administrasi.
Kita juga memahami, di lapangan tidak semua kendala bersumber dari niat buruk. Ada keterbatasan jaringan, kemampuan teknis, hingga beban kerja yang tidak ringan. Semua itu perlu disikapi dengan pembinaan, bukan semata-mata sanksi. Karena tujuan utama e-Pusluh bukan menghukum, melainkan menata.
Namun pada saat yang sama, harus disadari pula bahwa laporan digital adalah pernyataan tanggung jawab. Apa yang diinput bukan sekadar data, melainkan keterangan resmi yang memiliki konsekuensi hukum. Di era ini, jejak digital tidak mudah dihapus, dan waktu sering kali baru membuktikan arti penting sebuah kejujuran.
Redaksi percaya, sebagian besar penyuluh dan aparatur bekerja dengan niat baik. Mereka adalah ujung tombak negara di sawah, di kebun, dan di desa-desa. Karena itu, e-Pusluh seharusnya diposisikan sebagai mitra kerja yang melindungi, bukan sebagai momok yang ditakuti.
Akhirnya, kita berharap e-Pusluh tidak hanya menjadi simbol modernisasi, tetapi benar-benar menjadi ruang perbaikan bersama—tempat kejujuran dirawat, bukan sekadar tempat data disimpan. Sebab pada akhirnya, yang diuji bukan hanya kecanggihan sistem, melainkan juga integritas para penggunanya.
“Digitalisasi boleh modern, tetapi nilai kejujuran tetap menjadi fondasi utamanya.”
Itulah semangat revolusi yang hendak kita rawat: perubahan yang tidak hanya tampak di layar, tetapi juga nyata di lapangan.**




