NEWS

Beasiswa, Harapan yang Nyaris Bocor di Meja Anggaran

ACEH _ Beasiswa seharusnya menjadi tangga bagi anak muda untuk memanjat masa depan, bukan menjadi karpet empuk bagi sebagian pihak untuk berjalan santai di lorong anggaran. Namun di Aceh, mimpi itu sempat terasa seperti buku yang dikunci rapat—bertuliskan “Program Beasiswa”, tapi kuncinya entah di tangan siapa.

Angka yang beredar bukan recehan. Lebih dari Rp 420 miliar dana beasiswa sejak 2021 hingga 2024 diduga bocor di tengah jalan. Jumlah yang seharusnya bisa mengangkat ribuan pelajar dari keterbatasan, justru kini harus diangkat ke meja penyelidikan. Paradoksnya, ketika anak-anak muda sibuk berjuang mengejar IPK, sebagian orang diduga sibuk mengejar aliran dana.

Kini Kejaksaan turun tangan. Satu per satu saksi diperiksa. Sudah 50 orang lebih dipanggil, mulai dari pejabat, pengelola, hingga pihak-pihak yang terhubung dalam pusaran anggaran. Dokumen disisir, rekening ditelusuri, bukti transfer dicocokkan. Semua dibuka di bawah cahaya hukum, seolah ingin memastikan: apakah beasiswa itu benar-benar mendarat di tangan pelajar, atau hanya sebatas angka rapi di atas kertas laporan?

Di sinilah ironi bekerja dengan sangat halus. Di ruang kelas, siswa diajarkan tentang kejujuran. Di kantor-kantor ber-AC, diduga ada yang mengajarkan cara mengakali sistem. Di satu sisi pemerintah berbicara tentang masa depan generasi emas, di sisi lain justru ada dugaan masa depan itu dipotong di meja birokrasi.

Namun revolusi tidak selalu datang dengan teriakan. Kadang ia hadir dalam sunyinya ruang pemeriksaan, dalam ketukan keyboard penyidik, dan dalam berkas-berkas yang mulai berbicara jujur setelah lama dibisukan. Masuknya Kejaksaan dalam kasus ini adalah penanda bahwa uang rakyat bukan mainan, dan beasiswa bukan celengan pribadi.

Publik menunggu jawabannya dengan sabar bercampur geram. Siapa penerima sebenarnya? Siapa penyalurnya? Dan siapa yang diduga memutuskan bahwa mimpi anak-anak Aceh bisa dijadikan komoditas? Semua pertanyaan itu kini berada di tangan penegak hukum.

Kasus ini juga menjadi cermin besar bagi birokrasi: bahwa di era keterbukaan, tidak ada lagi ruang nyaman untuk permainan gelap. Laporan bisa dimanipulasi, angka bisa dibuat rapi, tetapi jejak uang selalu punya ingatan yang tajam. Ia tahu ke mana ia pergi, dan ia tidak pernah lupa siapa yang menyentuhnya.

Lebih dari sekadar perkara hukum, dugaan kebocoran beasiswa ini adalah ujian moral bagi penyelenggara negara. Sebab yang dipertaruhkan bukan hanya miliaran rupiah, melainkan kepercayaan publik dan masa depan generasi muda.

Kini, anak-anak muda Aceh menunggu bukan sekadar janji, tetapi kepastian. Mereka menunggu keadilan yang tidak hanya lantang dalam pidato, tetapi nyata dalam putusan. Mereka menunggu agar beasiswa kembali menjadi harapan, bukan bahan berita dugaan korupsi.

Revolusi hari ini bukan lagi soal barikade dan teriakan. Revolusi hari ini adalah memastikan setiap rupiah yang mengatasnamakan rakyat benar-benar sampai kepada rakyat. Dan dalam perkara beasiswa ini, semoga kebenaran benar-benar lulus tanpa skripsi, tanpa sidang ulang, dan tanpa pemotongan di tengah jalan.

Karena masa depan bangsa seharusnya dibangun di ruang kelas—bukan disembunyikan di balik laporan keuangan.

 

REDAKSI

Related Articles

Back to top button